Luar biasa memang kondisi fisik para pekerja seks komersial (PSK) di lokalisasi Saritem, Bandung. Konon, mereka sanggup melayani lima pelanggan setiap malamnya. Rata-rata setiap tamu yang datang akan dilayani selama 60 menit.
"Hampir setiap malam saya melayani hingga lima orang tamu. Kadang-kadang, tiga laki-laki kalau lagi sepi," kata Yesy (14)-bukan nama sebenarnya, salah satu PSK termuda asal Cicalengka, Kabupaten Bandung, beberapa waktu lalu.
Yesy mengaku dibanderol majikannya seharga Rp 250 ribu untuk satu kali kencan. "Dari uang itu, nantinya dibagi tiga, pertama majikan saya, kedua saya, dan ketiga calo, itu juga kalau tamunya diantar sama calo," kata Yesy.
Yesy beserta para PSK lainnya mengaku senang saat akhir pekan tiba. Menurutnya, pada saat itulah, para PSK bisa melayani tamu lebih banyak dari hari-hari biasanya. "Kalau malam minggu, saya bisa melayani tamu lebih banyak, lebih dari lima orang tamu. Otomatis penghasilan pun meningkat berlipat-lipat," ujar Yesy.
Biasanya, setelah malam harinya bekerja, para PSK beramai-ramai melakukan sarapan pagi sebelum beristirahat untuk persiapan tenaga di malam selanjutnya.
Seperti yang telah diulas sebelumnya, Saritem merupakan salah satu lokalisasi yang namanya terdengar hingga ke kota-kota lain, layaknya Doly di Surabaya atau Sarkem (Pasar Kembang) di Yogyakarta. Lokasi Saritem berada di Jalan Saritem, Kelurahan Kebon Jeruk, Kecamatan Andir.
Menurut Yadin (76), yang mengaku mengetahui banyak tentang sejarah Kota Bandung, Saritem sudah dibuka sejak zaman penjajahan Jepang. "Tempat pelacuran di Saritem memang dari zaman Jepang juga sudah ada," kata Yadin saat ditemui kediamannya.
Hal tersebut dibenarkan Ece (28), salah satu calo pekerja seks komersial (PSK) Saritem yang juga sebagai warga di kawasan tersebut. Sepengetahuannya, area prostitusi di Saritem sudah dibuka sejak 1942. "Wah, sudah lama sekali, sejak saya belum lahir juga sudah mulai dibuka," kata Ece.
Konon, kata Ece, Saritem dijadikan lokalisasi bagi para serdadu Jepang. Para PSK kala itu berjejer, dipajang dengan menggunakan kebaya di setiap rumah. Kebanyakan PSK tersebut didatangkan dari desa-desa dengan cara ditipu atau dipaksa meski ada pula yang menawarkan diri secara terang-terangan. "Saritem dulu menjadi suguhan untuk kolonial Jepang, kemungkinan orang Jepang sendiri yang mendirikan dan mengelolanya," kata Ece.
Sejak saat itu hingga sekarang, area prostitusi Saritem tak pernah sepi pengunjung. Selalu saja ada lelaki hidung belang yang "jajan" di sana. Terlebih lagi jika hari libur panjang atau weekend, banyak sekali kendaraan roda dua dan empat terparkir di area prostitusi yang bisa dibilang terletak di tengah-tengah Kota Bandung ini.
"Setiap harinya, selalu saja ada yang datang, tak pernah sepi. Setiap wanita bisa melayani tamu 2-3 laki-laki kalau lagi sepi. Khusus untuk hari libur, yang datang banyak sekali. Wanita bisa melayani tamu 5 hingga belasan kali per malam," katanya.
Dia menyebutkan, saat ini jumlah PSK di Saritem mencapai 625 orang di 52 rumah. Masing-masing rumah ditempati 6-9 orang PSK. Kebanyakan PSK didatangkan dari Indramayu, 75 persennya berasal dari kota tersebut. "Jumlah tersebut akan berubah, bahkan jadi bertambah. Kita punya channel khusus untuk mendatangkan wanita-wanita yang akan bekerja di sini," ujar Ece