Indonesia memiliki ragam budaya unik, tak biasa dan mengejutkan. Tak heran bila banyak traveler yang penasaran dan tertarik datang ke berbagai sudut Indonesia. Tradisi apa saja?
Tradisi potong jari sebagai tanda belasungkawa adalah salah satu dari 3 tradisi yang tak biasa dan membuat traveler penasaran dengan Indonesia. Bagaimana tidak, dari namanya saja sudah membuat orang bertanya-tanya. Dihimpun detikTravel, Rabu (6/3/2013), berikut adalah 4 tradisi asli Indonesia yang bisa membuat traveler kaget namun ada pesan budaya penting di balik itu:
1. Tradisi Ngayau, Kalimantan Tengah
Tradisi Ngayau seringkali menjadi cerita yang membuat wisatawan penasaran dengan Kalimantan Tengah. Tradisi ini dilakukan oleh Suku Dayak Tomun di Desa Bakonsu, Lamandau. Ngayau sendiri dikenal sebagai salah satu ritual Dayak Tomun yang membuat orang merinding.
Ritual ini biasanya dilakukan, apabila ada orang dari Suku Dayak Tomun meninggal dunia. Dari situ, keturunan laki-lakinya akan melakukan upacara adat untuk keluar dari kampung, guna mencari tumbal berupa kepala manusia. Kepala tersebut akan dipersembahkan kepada jasad orang tuanya yang meninggal itu.
Anda tidak perlu takut. Sesuai dengan kemajuan zaman, tardisi ini sudah tidak dilakukan lagi. Lagi pula, ritual tersebut dinilai tidak sesuai peraturan pemerintah. Untuk membuktikan kalau tradisi Ngayau pernah terjadi, di Rumbang Bulin, rumah adat Dayak Tomun yang ada di Desa Bakonsu memiliki arsitektur rumah panggung yang panjang dan tinggi.
Selain itu, rumah ini memiliki tangga yang dapat dilepas dan disimpan guna kewaspadaan keluarga di rumah tersebut dari kayau atau orang yang melakukan ritual Ngayau. Di bagian depan Rumbang Bulin ini juga terdapat Sandung yaitu prasasti yang di atasnya masih tersimpan tengkorak kepala manusia korban ritual Ngayau.
2. Potong Jari, Papua
Suku Dani di Papua punya cara tersendiri saat berbelasungkawa. Ketika ada satu anggota keluarga yang meninggal, sang mama (sebutan untuk ibu-ibu Papua) akan memotong jarinya.
Suku Dani ini, bisa traveler temui di Kampung Obia, Distrik Kurulu, Wamena. Suasana di Kampung Obia, masih sangat tradisional. Bahkan, pria di desa tersebut hanya mengenakan koteka dan wanitanya hanya menggunakan anyaman kulit pohon sebagai rok.
Dalam tradisi ini, ruas jari dipotong dengan menggunakan kampak batu yang khusus untuk memotong jari. Yang memotongnya, adalah kepala suku setempat. Setelah dipotong, ruas jari akan dibaluri obat-obatan tradisional untuk menyembuhkan luka.Meski tradisi potong jari sudah tidak dilakukakn, di kampung tersebut traveler masih bisa melihat para mama dengan jari-jari yang sudah terpotong.
Mungkin, tradisi ini akan membuat bulu kuduk Anda merinding. Tapi, tidak bagi wanita-wanita Suku Dani. Ini adalah belasungkawa dan penghormatan terdalam bagi mereka saat ditinggalkan anggota keluarga.
3. Potong daun Telinga, Papua
Masih dari Suku Dani di Papua, saat sedih ditinggal kerabat dekat selain ruas jari, sang mama juga bisa memotong daun telinga. Aduh!
Mungkin bagi orang luar, hal ini tampaknya sangat esktrem. Tapi bagi orang Dani, ini adalah bentuk penghormatan dan tanda belasungkawa yang terdalam. Kesedihan akan kehilangan mungkin hanya dapat ditutupi oleh luka, berharap waktu dapat menyembuhkan keduanya. Kita masih dapat menemui wanita suku Dani yang pernah menjalani ritual ini.
4. Perang Pandan, Bali
Tradisi ini mungkin terlihat agak menyeramkan. Seluruh penonton yang menyaksikan tradisi Perang Pandan di Bali akan melihat "pertumpahan darah" dalam peperangan ini.
Masyarakat Bali di Desa adat Tenganan, Kabupaten Karangasem, Bali punya ritual Mekare-kare atau Perang Pandan. Perang Pandan adalah acara ritual kebudayaan yang rutin dilakukan setiap tahun.
Dengan menggunakan daun pandan berduri, dua orang pemuda desa akan saling bertarung. Duri-duri pandan itu pun akan memecut tubuh keduanya. Bahkan, ada yang luka dan berdarah.
Meski begitu, mereka mempunyai obat anti septik dari bahan umbi-umbian yang akan diolesi ke luka tersebut. Hingga akhirnya luka akan mengering dan sembuh. Tradisi ini bukanlah untuk mencari musuh, melainkan hanya sebuah tradisi yang bersifat menghibur.
Ritual ini tidak bisa dilakukan sembarangan. Tetap harus ada ahli atau tetua adat yang mengawasi ritual tersebut.
Tradisi potong jari sebagai tanda belasungkawa adalah salah satu dari 3 tradisi yang tak biasa dan membuat traveler penasaran dengan Indonesia. Bagaimana tidak, dari namanya saja sudah membuat orang bertanya-tanya. Dihimpun detikTravel, Rabu (6/3/2013), berikut adalah 4 tradisi asli Indonesia yang bisa membuat traveler kaget namun ada pesan budaya penting di balik itu:
1. Tradisi Ngayau, Kalimantan Tengah
Tradisi Ngayau seringkali menjadi cerita yang membuat wisatawan penasaran dengan Kalimantan Tengah. Tradisi ini dilakukan oleh Suku Dayak Tomun di Desa Bakonsu, Lamandau. Ngayau sendiri dikenal sebagai salah satu ritual Dayak Tomun yang membuat orang merinding.
Ritual ini biasanya dilakukan, apabila ada orang dari Suku Dayak Tomun meninggal dunia. Dari situ, keturunan laki-lakinya akan melakukan upacara adat untuk keluar dari kampung, guna mencari tumbal berupa kepala manusia. Kepala tersebut akan dipersembahkan kepada jasad orang tuanya yang meninggal itu.
Anda tidak perlu takut. Sesuai dengan kemajuan zaman, tardisi ini sudah tidak dilakukan lagi. Lagi pula, ritual tersebut dinilai tidak sesuai peraturan pemerintah. Untuk membuktikan kalau tradisi Ngayau pernah terjadi, di Rumbang Bulin, rumah adat Dayak Tomun yang ada di Desa Bakonsu memiliki arsitektur rumah panggung yang panjang dan tinggi.
Selain itu, rumah ini memiliki tangga yang dapat dilepas dan disimpan guna kewaspadaan keluarga di rumah tersebut dari kayau atau orang yang melakukan ritual Ngayau. Di bagian depan Rumbang Bulin ini juga terdapat Sandung yaitu prasasti yang di atasnya masih tersimpan tengkorak kepala manusia korban ritual Ngayau.
2. Potong Jari, Papua
Suku Dani di Papua punya cara tersendiri saat berbelasungkawa. Ketika ada satu anggota keluarga yang meninggal, sang mama (sebutan untuk ibu-ibu Papua) akan memotong jarinya.
Suku Dani ini, bisa traveler temui di Kampung Obia, Distrik Kurulu, Wamena. Suasana di Kampung Obia, masih sangat tradisional. Bahkan, pria di desa tersebut hanya mengenakan koteka dan wanitanya hanya menggunakan anyaman kulit pohon sebagai rok.
Dalam tradisi ini, ruas jari dipotong dengan menggunakan kampak batu yang khusus untuk memotong jari. Yang memotongnya, adalah kepala suku setempat. Setelah dipotong, ruas jari akan dibaluri obat-obatan tradisional untuk menyembuhkan luka.Meski tradisi potong jari sudah tidak dilakukakn, di kampung tersebut traveler masih bisa melihat para mama dengan jari-jari yang sudah terpotong.
Mungkin, tradisi ini akan membuat bulu kuduk Anda merinding. Tapi, tidak bagi wanita-wanita Suku Dani. Ini adalah belasungkawa dan penghormatan terdalam bagi mereka saat ditinggalkan anggota keluarga.
3. Potong daun Telinga, Papua
Masih dari Suku Dani di Papua, saat sedih ditinggal kerabat dekat selain ruas jari, sang mama juga bisa memotong daun telinga. Aduh!
Mungkin bagi orang luar, hal ini tampaknya sangat esktrem. Tapi bagi orang Dani, ini adalah bentuk penghormatan dan tanda belasungkawa yang terdalam. Kesedihan akan kehilangan mungkin hanya dapat ditutupi oleh luka, berharap waktu dapat menyembuhkan keduanya. Kita masih dapat menemui wanita suku Dani yang pernah menjalani ritual ini.
4. Perang Pandan, Bali
Tradisi ini mungkin terlihat agak menyeramkan. Seluruh penonton yang menyaksikan tradisi Perang Pandan di Bali akan melihat "pertumpahan darah" dalam peperangan ini.
Masyarakat Bali di Desa adat Tenganan, Kabupaten Karangasem, Bali punya ritual Mekare-kare atau Perang Pandan. Perang Pandan adalah acara ritual kebudayaan yang rutin dilakukan setiap tahun.
Dengan menggunakan daun pandan berduri, dua orang pemuda desa akan saling bertarung. Duri-duri pandan itu pun akan memecut tubuh keduanya. Bahkan, ada yang luka dan berdarah.
Meski begitu, mereka mempunyai obat anti septik dari bahan umbi-umbian yang akan diolesi ke luka tersebut. Hingga akhirnya luka akan mengering dan sembuh. Tradisi ini bukanlah untuk mencari musuh, melainkan hanya sebuah tradisi yang bersifat menghibur.
Ritual ini tidak bisa dilakukan sembarangan. Tetap harus ada ahli atau tetua adat yang mengawasi ritual tersebut.